BUKU ini memperlihatkan, perempuan priayi dan perempuan keluarga keraton
di Jawa Tengah selatan, setidaknya sampai akhir Perang Jawa (1825-1830),
menikmati kesempatan bertindak atau mengambil inisiatif pribadi yang jauh lebih
luas daripada saudari-saudari mereka yang hidup di akhir abad ke-19, di zaman
Raden Ajeng Kartini (1879-1904). Jejak mereka bahkan menembus bidang yang
dianggap sebagai dunia laki-laki, yaitu militer dan politik.
Di bidang bisnis, mereka mengambil peran sangat penting, seperti tampak
pada sosok Ratu Kencono Wulan (ca. 1780-1859), permaisuri ketiga Sultan
Hamengku Buwono II. Berasal dari keluarga lapis bawahdiduga pemilik kios
di Pasar BeringharjoSang Ratu menjelma menjadi seorang rst lady yang luar
biasa rakus. Dia memanfaatkan posisinya untuk meminta bagian dari keuntungan
setiap proyek.
Di pihak lain, pendidikan Barat dan sistem meminjamkan anak keraton
sebagai cara membentuk karakter dan pengetahuankepada keluarga Indo-
Belanda daripada memercayakan kepada perempuan kerajaan yang lebih
tua, seperti terjadi pada Pangeran Diponegoro, dinilai telah merusak pengaruh
perempuan keraton dan masyarakat Jawa umumnya. Penulis menguraikan
bagaimana pola asuh matriarki gaya Polinesia tersebut dipengaruhi secara
serentak oleh kolonialisme dan Islam.
Buku kecil ini boleh dikatakan merupakan pengantar inspiratif bagi sejarawan
untuk melakukan kajian lebih utuh dengan pendekatan baru atas sejarah Indonesia
dari pertengahan abad ke-18 sampai era modern. Hanya dengan demikian
perempuan (Jawa) dapat memiliki dasar kuat ketika mengambil tempat selayaknya
dalam evolusi bangsanya selama berabad-abad.
Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX
Penulis : Peter Carey & Vincent Houben
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Jumlah Halaman : 128 Halaman
Saturday, September 17, 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment